DETAKPAPUA.COM, JAKARTA – Dalam upaya mendorong terciptanya ekosistem perfilman yang inklusif, adil, dan ramah bagi semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas, Direktorat Perfilman, Musik, dan Seni, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) Penyusunan Buku Panduan Perfilman Inklusif, pada Rabu–Kamis, 11–12 Juni 2025, di Hotel Somerset, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.
Acara ini dibuka oleh Direktur Perfilman, Musik, dan Seni, Dr. Syaifullah Agam, SE., M.Ec., Ph.D., yang menegaskan pentingnya panduan ini sebagai bentuk nyata keberpihakan negara terhadap akses budaya yang merata.
“Kita sedang membangun ruang kreatif yang tidak menyisihkan siapa pun. Dunia perfilman harus bisa diakses, diikuti, dan dinikmati oleh semua, termasuk teman-teman disabilitas. Panduan ini akan menjadi acuan etik, teknis, dan budaya bagi seluruh pemangku kepentingan perfilman nasional,” tegas Dr. Agam.
Menghadirkan Narasumber Lintas Sektor
FGD ini menghadirkan narasumber dari berbagai sektor yang memiliki kontribusi penting dalam penguatan nilai-nilai inklusi dalam dunia film, antara lain:
- Dr. Dante Rigmalia, M.Pd. – Ketua Komisi Nasional Disabilitas (melalui Zoom dari Mekkah)
- Dr. Suzen HR Tobing, S.Sn., M.Hum. – Wakil Rektor II Institut Kesenian Jakarta
- Dra. Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A. – Direktur Mimi Institute
- Drs. Gufron Sakaril, MM – Perwakilan PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia)
- Rully Sofyan, SH – Divisi Advokasi Badan Perfilman Indonesia (BPI)
- Budi Sumarno – Ketua Umum Komunitas Cinta Film Indonesia (KCFI) dan Founder Inklusi Film Indonesia, sekaligus penggagas kegiatan ini.
Peserta FGD berasal dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi (IKJ, Universitas Islam Al Azhar, Citra Film School), organisasi profesi (KFT Indonesia), komunitas seni, sineas muda, pegiat budaya, hingga penyandang disabilitas dari berbagai latar hambatan (fisik, sensorik, intelektual, dan mental).
Seluruh proses FGD juga didampingi oleh juru bahasa isyarat (JBI) untuk menjamin akses komunikasi yang setara.
Materi Diskusi: Dari Etika hingga Akses Eksibisi
Diskusi berlangsung selama dua hari penuh dan mencakup topik-topik strategis berikut:
- Etika dan budaya interaksi disabilitas dalam dunia film
- Praktik inklusif dalam development, pra-produksi, produksi, pascaproduksi, hingga eksibisi
- Aksesibilitas infrastruktur film dan penggunaan juru bahasa isyarat
- Audiodeskripsi untuk disabilitas netra dan subtitle untuk teman tuli
- Peran negara dalam menjamin akses budaya dan advokasi kebijakan inklusi
Diskusi ini juga menghasilkan draft awal “Buku Panduan Perfilman Inklusif” yang akan disempurnakan dan diterbitkan sebagai dokumen resmi. Panduan ini diharapkan menjadi referensi nasional bagi sineas, akademisi, komunitas film, dan masyarakat penyandang disabilitas.
Sebuah Langkah Transformasi Budaya
Dalam penutupan resmi, Dr. Syaifullah Agam menyampaikan harapan besar terhadap buku panduan ini:
“Buku ini bukan hanya untuk komunitas disabilitas, tetapi untuk seluruh sineas yang ingin membangun karya dengan perspektif keberagaman manusia. Ini adalah alat advokasi, edukasi, sekaligus instrumen transformasi budaya.”
Direktorat Perfilman, Musik, dan Seni memastikan komitmen untuk melanjutkan program sosialisasi dan pelatihan berbasis panduan ini ke seluruh Indonesia, sebagai langkah konkret mewujudkan perfilman yang benar-benar inklusif. (*)