DETAKPAPUA.COM, JAKARTA – Dalam momentum peringatan Hari Buruh Internasional, sebuah langkah monumental untuk membangun ekosistem perfilman Indonesia yang adil dan berkelanjutan resmi dimulai. Di Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, Jakarta Selatan, Serikat Pekerja Kreatif Perfilman Indonesia (SPKPFI) dideklarasikan sebagai wadah perjuangan baru bagi para pekerja film di Tanah Air.

Deklarasi ini dipimpin oleh Agus Supriyadi, Presiden Partai Buruh, yang menegaskan pentingnya pembentukan serikat sebagai perlindungan formal bagi ribuan pekerja film yang selama ini bekerja tanpa jaminan sosial, pesangon, maupun royalti.

“Sudah saatnya para pekerja film memiliki serikat yang benar-benar memperjuangkan hak, kesejahteraan, dan masa depan mereka. Di luar negeri seperti Hollywood, ada lebih dari 14 serikat. Indonesia tidak boleh tertinggal,” ujar Agus.

SPKPFI: Jawaban atas Minimnya Perlindungan di Dunia Perfilman

SPKPFI digagas oleh Sonny Pujisasono, atau yang akrab disapa Qdemang, sebagai respons terhadap lemahnya perhatian organisasi perfilman terhadap perlindungan kerja dan kesejahteraan pelaku industri.

Menurutnya, selama ini banyak organisasi hanya fokus pada pelatihan teknis dan sertifikasi kompetensi, namun melupakan aspek fundamental seperti asuransi kerja, keamanan di lokasi syuting, dan tunjangan hari tua.

“Pekerja film butuh jaminan ketika sakit, tidak produktif, atau mengalami kecelakaan kerja. Perlindungan ini adalah inti dari kehadiran SPKPFI,” tegas Sonny.

Dukungan dari Pelaku Perfilman Senior

Tokoh perfilman nasional Budi Sumarno, pendiri Serikat Pekerja Film Indonesia, menyuarakan dukungannya dan mengajak semua elemen — dari aktor, penulis naskah, teknisi, hingga kru lapangan — untuk bersatu memperkuat solidaritas melalui serikat ini.

“Hanya serikat yang akan berdiri bersama para kreator ketika mereka menghadapi masalah. Inilah kekuatan yang harus kita bangun bersama,” kata Budi.

Sementara itu, Paramita Rusadi, aktris senior dan eksekutif Museum Perfilman Sinematek Indonesia, membagikan pengalaman pribadinya. Ia pernah mengalami gangguan pendengaran akibat suara tembakan saat syuting, tanpa adanya tanggung jawab dari pihak rumah produksi.

“Saya sangat mendukung SPKPFI. Kita tidak bisa lagi bekerja tanpa perlindungan. Serikat ini harus menjadi wadah nyata bagi para pekerja film,” ujar Paramita.

Kehadiran Yan Wijaya, wartawan senior dan pengamat perfilman, juga memberi bobot historis bagi deklarasi ini. Ia menyebut terbentuknya SPKPFI sebagai tonggak penting dalam sejarah perjuangan hak-hak pekerja kreatif di Indonesia.

Visi SPKPFI: Menuju Industri Film yang Inklusif dan Berkeadilan

Deklarasi ini menandai awal dari perjuangan panjang untuk menghadirkan keadilan sosial di sektor perfilman. SPKPFI diharapkan menjadi kekuatan kolektif yang solid, memperjuangkan hak-hak dasar pekerja film dan menjadi mitra strategis pemerintah serta pemangku kebijakan.

Dengan hadirnya serikat ini, harapannya adalah terciptanya industri film nasional yang inklusif, profesional, dan menjunjung tinggi keadilan bagi seluruh pelaku di balik layar — dari ruang penulisan naskah hingga lokasi syuting. (*)

Tags:EkosistemPerfilmanHakPekerjaFilmIndustriFilmIndonesiaPekerjaKreatifPerfilmanIndonesiaPerlindunganPekerjaSerikatPekerjaFilmSPKPFI